PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang




 Proses pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau didalam kelas, akan bisa berjalan lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh dasar kurikulum yang baik dan benar. Pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika kurikulum menjadi penyangga utama dalam proses belajar mengajar. Kurikulum mengandung sekian banyak unsur konstruktif supaya pembelajaran terlaksana dengan optimal. Sejumlah pakar kurikulum berpendapat bahwa jantung pendidikan berada pada kurikulum. Baik dan buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah ampu membangun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak.

Prof. Dr. S. Nasution. M. A. mengatakan bahwa masa depan bangsa terletak pada tangan kreatif generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari tergantung pada pendidikan yang dinikmati anak-anak saat ini, terutama dalam pendidikan formal yang diterima di bangku sekolah. Apapun yang akan dicapai di sekolah harus ditentukan oleh kurikulum sekolah.  Jadi, barang siapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peran penting dalam mengatur nasib bangsa dan negara kedepannya.

Kurikulum menjadi vital bagi perkembangan bangsa. Para guru atau pengajar harus pula memahami seluk beluk kurikulum hingga batas-batas tertentu dalam skala mikro. Kurikulum dirancang sepatutnya berdasarkan atas dasar kepentingan bersama. Kurikulum dibuat bukan untuk melegalitasi kepentingan kekuasaan tertentu. Kurikulum bukan ditunjukan untuk merusak karakter bangsa dan lain seterusnya.


1.2             Rumusan Masalah



  1. Apakah pengertian kurikulum dan landasan-landasan pengembangan kurikulum?
  2. Bagaimana mengkomunikasikan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
  3. Apa saja model-model pengembangan kurikulum?
  4. Bagaimana keterhubungan pembelajaran dengan pengembangan kurikulum?


1.3  Tujuan

  1. Mengetahui pengertian kurikulum dan landasan-landasan kurikulum.

  1. Mengetahui cara mengkomunikasikan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
  2. Mengenal berbagai model pengembangan kurikulum.
  3. Mengenal keterhubungan pembelajaran dengan pengembangan kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum
Kata “kurikulum” berasal dari satu kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan oang (Zais, 1976: 6). Lebih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni: (i) kurikulum sebagai program pelajaran, (ii) kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (iv) kurikulum sebagai pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah, dan (v) kurikulum sebagai suatu recana (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep: (i) kuikulum sebagai pengetahuan yang diorganisasikan, (ii) kurikulum sebagai modus mengajar, (iii) kurikulum sebagai arena pengalaman, (iv) kurikulum sebagai pengalaman, (v) kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vii) kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran, (viii) kurikulum sebagai sistem produksi secara teknologis, dan (ix) kurikulum sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari:
  1. kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahui, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang-jenjang pendidikan yang selau berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan, dalam kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk meraih ijazah.
  2. kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Selain itu, jika ada orang bertanya: Apa kurikulumnya? Seringkali dijawab bahwa kurikulumnya adalah PMP, bahasa Indonesia, dan yang lain. Jawaban bahwa kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masih sering terbaca ataupun terdengar.
  3. kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Definisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988), secara jelas menunjukkan bahwa kurikulum disefinisikan sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses belajar mengajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989: 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai atu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk dikaji lanjut oleh guru. 
  4. kurikulum sebagai hasil belajar. Popham dan Baker mendefiniskan semua rencana hasil belajar (learning outcomes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya definisi ini mengubah pandangan penanggung jawab sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan.
  5. kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setia orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) menyebutkan bahwa: “kurkikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar” (Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam Pasal 37 menyebutkan: “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian, sesuai dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian, sesuai dengan jenis jenjang masing-masing satuan pendidikan” (Depdikbud, 1989: 15). Rumusan penajabaran kurikulum seperti termasuk dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji meupakan konsep kurikulum yang cukup lengkap dan menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus dikembangkan.
2.2  Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan berjalan. Bondi dan Wiles (1989: 87) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni: (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah suatu peralatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba. 1962: 6).
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Hal yang dikemukakan dalam “Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum” merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentuan) pengembangan kurikulum.
  1. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya) (Raka Joni, 1983: 6). Segela kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang: hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan, dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat.
  2. Landasan Sosial-Budaya Agama. Realitas sosial-budaya-agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Nilai-nilai sosial-budaya lebih bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan, pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya, mengapa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
  3. Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Menurut Daoed Joesoef (1982 dalam Raka Joni, 1983: 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk mengembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu: pikiran (logika), perasaan (estetika), dan kemauan (etika). Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks).
  4. Landasan Kebutuhan Masyarakat. Adanya falsafah hidup, perubahan sosial budaya agama, perubahan ipteks dalam suatu masyarakat. Selain itu, kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis. Jadi, landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.
  5. Landasan Perkembangan Masyarakat. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat akan membantu menetapkan perkembangan masyarakat. Ipteks mendukung perkembangan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
2.3 Komponen Kurikulum 
                Kurikulum memiliki empat komponen, yakni: (1) Tujuan, (2) materi/pengalaman pembelajara, (3) organisasi, dan (4) evaluasi.
  1. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976: 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satu pun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Tujuan pengajaran terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hierarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hierarki vertikal dari tujuan terendah ke tujuan yang lebih tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut merupakan sistematika hierarki tujuan kurikulum di Indonesia.
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penggung Jawab
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud
Tujuan Kelembagaan
Kurikulum Tiap Lembaga
Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler
G B P P
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tujuan Pengajaran
GBPP & Rancangan Pembelajaran
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
b. Materi/pengalaman belajar. Materi/isi Kurikulum dan pengalaman belajar harus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum.
c. Organisasi. Sukar dan kompleksnya pengorganisasian kurikulum dikarenakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi semua pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988: 23). Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi, kontinuitas, dan integrasi.
d. Evaluasi. Peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan, baik evaluasi belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai komponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat. 
2.4 Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

                Prinsip pengembangan kurikulum ada tida diantaranya prinsip relevansi, prinsip konstinuitas, dan prinsip fleksibilitas akan diuraikan sebagai berikut:
  1. Prinsip relevansi. Relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang didealkan. Nana Sy. Sukmadinata (1988: 167-168) membedakan relevan menjadi dua macam, yakni relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kuikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terjalin relevansi di antara komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaian, dan evaluasi.
  2. Prinsip kontinuitas, yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  3. Prinsip fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
2.5 Model-model Pengembangan Kurikulum
Terdapat beberapa model pengembangan kurikulum yang telah di kembangkan oleh para ahli, yaitu : Robert S Zais
Zais menjelaskan tiga model pengembangan kurikulum yaitu Model Administrative, Model Akar Rumput (grass roots), dan Model Demonstrasi.
  1. Model Administratif
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum. Dalam model administrative terdapat garis model dari atas ke bawah (top-down) yang artinya bahwa inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi, lalu secara structural dilaksanakan ditingkat bawah.
Cara kerja Model Administratif:
  • Atasan membentuk tim yang terdiri atas pejabat teras yang berwenang
  • Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah
  • Dibentuk beberapa kelompok kerja yang terdiri dari guru-guru dan spesialis kurikulum untuk mermuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, dan system penilaian
  • Hasil kerja kemudian direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out
  • Setelah kurikulum direvisi kemudian baru dapat diimplementasikan
Kekurangan dari model ini ada pada kurangnya dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya dilaksanakan dari atas tanpa memperhatikan bawahan.
2.Model Akar Rumput ( Grass-Roots)
Berbeda dengan model Administratif, inisiatif pada model akar rumput ini berada pada staf pengajar yang sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau pada beberapa sekolah sekaligus. Didasarkan bada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana sudah sejak semula diikutsertkan dalam pengembangan kurikulum dan pengmbangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang professional saja, namun melibatkan juga peran siswa, orang tua, dan anggota masyarakat.
Prinsip-prinsip pada Model Grass-Roots:
  • Kurikulum akan bertambah baik jika kemampuan professional guru bertambah baik,
  • Kompetensi guru akan berambah baik jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum,
  • Hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, dan mengevaluai hasil.
      3.Model Demonstration
Dalam model demonstarsi, sejumlah guru dalam satu sekolah dituntut untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum dalam bentuk organisasi yang terstruktur ataupun bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini, pembaharuan kurikulum dilaksanakan dalam suatu skala kecil dahulu yang kemudian diadopsikan kepada pengajar lainya. Yang diutamakan dalam model ini adalah pemberian contoh dan teladan yang baik dengan harapan agar yang didemonstrasikan akan disebarluaskan oleh guru/sekolah lain.
4.Model Terbalik Hilda Taba
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan kemudian diimplementasikan, dengan maksud untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakkan kurikulum, maka ada kegiatan eksperimental. Langkah yang ditempuh dalam model ini adalah :
  • Sejumlah staf pengajar menghasilkan unit-unit kurikulum yang akan di eksperimenkan terlebih dahulu,
  • Unit-unit kurikulum tadi diujicobakan,
  • Merevisi serta mengkonsultaikan hasil uji coba,
  • Mengembangkan kerangka kerja teoritis,
  • Mengimplementasikan hasil yang telah diperoleh.
      5.Model Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang psikolog humanistic yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. . Dia berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif, terhadap situasi perubahan. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan hanya oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10 – 15 orang dengan seorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi interpersonal secara luas.Tujuan dari model Rogers ini adalah untuk berkumpulnya berbagai orang yang merasa terlibat dalam pendidikan dengan harapan memberikan bermacam kontibusi dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan. Langkah–langkah dalam model ini adalah :
    1. Memilih suatu sasaran administrator dalam system pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab.
    2.  Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
    3. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan pertemuan intensif antara guru dengan peserta didik lainnya secara akrab dalam suasana bebas berekspresi.
    4. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orang tua peserta didik. Tujuan utamanya adalah agar orang tua, guru dan kepala sekolah bias saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan pemecahan masalah di sekolah.
    5. Pertemuan vertical yang mendobrak hirarki, birokrasi, dan status social. Melalui cara ini diharapkan keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum akan lebih baik mendekati realitas karena diselenggarakan dalam suasana bebas tanpa tekanan.
Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum mulai darimodel yang sederhana sampai model yang paling sempurna. . Berdasarkan pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
  1. Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran
  2. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
  3. Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran.
  4. Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih.

2.6 Pembelajaran dan Kurikulum

Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tapi banya juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum sebagai aksi/kegiatan. Untuk memperjelas hubungan antara pembelajaran dan kurikulum, kita mulai dari melihat hakikat keduanya. Hakikat pembelajaran diantaranya:
  1. Kegiatan yang dimaksudkan untuk membelajarkan pelajar;
  2. Program pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu sistem;
  3.  Kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar kepada pelajar;
  4.  Kegiatan yang mengarahkan pelajar ke arah pencapaian tujuan pembelajaran; dan
  5.  Kegiatan tang melibatkan komponen-komponen tujuan, isi pelajaran, sistem penyajian, dan sistem evaluasi dalam realisasinya.
Hakikat pembelajaran sebagaimana diuraikan pada alinea sebelumnya, harus kita pertentangkan dengan hakikat kurikulum:
  1. Kurikulum sebagai jalan memperoleh ijazah;
  2. Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran;
  3.  Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran;
  4.  Kurikulum sebagai hasil belajar; dan
  5. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.

2.7 Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Dari berbagai model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, sebagian besar model melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum. Keterlibatan guru dalam model-model pengembangan kurikulum tersebut tentunya bukanlah kebetulan belaka.
Berdasarkan kenyataan bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggung jawab ata tercapaiannya hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam perkembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan berikut:
  1. Merumuskan tujuan khusus pengajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum di atasnya dan karakteristik pelajar, mata pelajaran/bidang studi, dan karakteristik situasi kondisi sekolah/kelas.
  2. Merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu pelajar mencapai tujuan yang ditetapkan.
  3. Menerapkan rencana/program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang nyata.
  4. Mengevaluasi hasil dan proses belajar.
  5. Mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
Lima kegiatan tersebut merupakan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi. Sedangkan dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi, peran guru lebih besar, yakni mencakup pengembangan keseluruhan komponen-komponen kurikulum dalam perencanaan, mengimplementasikan kurikulum yang dikembangkan, mengevaluasi implementasi kurikulum, dan merevisi komponen-komponen kurikulum yang kurang memadai.

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan


Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkat pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada satu sisi, guru adalah pengembang krikulum. Pada sisi lain, guru adalah pembelajar siswa, yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas pembelajaran dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum.
Para ahli seperti Zais, Winecoff, Bondi, Tanner & Tanner telah mempelajari kurikulum. Mereka mengemukakan prinsip dan teori yang berbeda-beda. Meskipun demikian mereka juga mengemukakan hal-hal yang serupa. Mereka mengemukakan arti kurikulum sebagai (i) jalan meraih ijazah, (ii) mata pelajarandan isi pelajaran, (iii) rencana kegiatan pembelajaran, (iv) hasil belajar yang direncanakan, dan (v) pengalaman belajar. Terbentuknya kurikulum tersebut dilandasi oleh berbagai landasan pemikiran seperti (i) landasan filosofis, (ii) landasan sosial-budaya-agama, (iii) landasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (iv) landasan kebutuhan masyarakat, dan (v) landasan perkembangan masyarakat. Sebagai suatu program, maka kurikulum terdiri dari beberapa komponen penting seperti (i) tujuan, (ii) pengalaman belajar, (iii) organisasi pengalaman belajar, dan (iv) evaluasi. Dalam tugas pengembangan, guru berurusan dengan komponen-komponen kurikulum, selanjutnya dalam pengembangan kurikulum. Di antara prinsip pengembangan tersebut adalah (i) prinsip relevansi, (ii) prinsip kontinuitas, dan (iii) prinsip fleksibilitas
Para ahli kurikulum juga menemukan model-model pengembangan kurikulum. Di antara model pengembangan kurikulum tersebut adalah (i) model administratif, (ii) model Grass-Roots, (iii) model Beuachamp, (iv) model arah-terbalik Taba, dan (v) model Rogers.
Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum. Pada sisi lain banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum terapan atau kurikulum dalam kegiatan/aksi. Hal itu berarti bahwa pembelajaran dari kurikulum merupakan dua konsep yang tak terpisah.
Guru sebagai pembelajar mengetahui kondisi, situasi, dan bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar. Pada sisi lain guru juga bertanggung jawab atas keberlakuan dalam pembangunan kurikulum. Oleh karena itu, sewajarnya guru berperan optimal dalam pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum terwujud dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (i) perumusan tujuan khusus pengajaran, (ii) perencanaan kegiatan pembelajaran yang efektif, (iii) pelaksanaan program pembelajaran dalam pembelajaran sesungguhnya, (iv) mengevaluasi proses belajar dan hasil belajar siswa, dan (v) mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan. Kelima kegiatan tersebut merupakan tuntutan bagi guru yang profesional.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Dimyati, Dr dan Drs. Mudjiono. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan kelima Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRINSIP DAN ASAS-ASAS PEMBELAJARAN